Mengenal vajrayana

MENGENAL VAJRAYANA

Vajrayana, adalah suatu ajaran Buddha yang di Indonesia lebih sering dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Namun banyak juga istilah lain yang digunakan, seperti misalnya: mantrayana, ajaran mantra rahasia, ajaran Buddha eksoterik. Vajrayana adalah ajaran yang berkembang dari ajaran Buddha Mahayana, dan berbeda dalam hal praktik, bukan dalam hal filosofi. Istilah "Vajrayana" berasal dari kata vajra yang dalam bahasa sanskerta bermakna 'halilintar' atau 'intan'. Vajra melambangkan intan sebagai unsur terkeras di Bumi, maka istilah Vajrayana dapat bermakna "Kendaraan yang tak dapat rusak" (Roh Sejati).

Buddhadharma atau Buddhisme mulai masuk ke Tibet sekitar abad ketujuh pada masa pemerintahan Raja Songtsen Gampo. Pada abad kedelapan, Buddhisme mulai berakar di Tibet, yaitu pada masa pemerintahan Raja Trisong Detsen. Acharya Padmasambhava dan Abbot Shantirakshita membantu Raja untuk membawa dharma ke Tibet dan menerjemahkan ajaran-ajaran Buddha ke dalam bahasa Tibet. Semua ajaran dan praktik Buddhisme Tibet berasal langsung dari Buddha Sakyamuni. Tidak dapat dimungkiri bahwa ajaran yang berada di Tibet mempunyai hubungan ke suatu tradisi di India. Vajrayana memiliki 4 tradisi atau silsilah, yakni: Silsilah Nyingmapa, Silsilah Sakyapa, Silsilah Kagyudpa, dan Silsilah Gelugpa.

Banyak sekali anggapan bahwa Vajrayana merupakan ajaran mistik yang penuh dengan kegaiban. Dalam Vajrayana, terdapat banyak sekali metode dalam berlatih. Memang banyak sekali praktisi Vajrayana yang memiliki kemampuan luar biasa, namun hal ini bukanlah sesuatu yang mistik. Hal ini sebenarnya merupakan hasil samping dari latihan yang dilakukan, dan hal ini harus diabaikan. Seperti kata sang Buddha, yang dapat menyelamatkan kita pada saat kematian adalah Dharma, bukanlah kesaktian yang kita miliki. Sering kemampuan yang didapat ini menjadi penghalang dalam mencapai tujuan utama kita, yaitu mencapai pencerahan.

Dalam tradisi tertentu, sering ajaran diturunkan secara rahasia dari seorang guru kepada seorang murid, sang murid juga menurunkan hanya kepada seorang muridnya, begitu seterusnya, ajaran ini tidak diberikan kepada umum. Dengan adanya hal-hal seperti ini, sering juga ajaran Vajrayana dikenal dengan ajaran rahasia. Karena praktik Vajrayana tidak terlepas dari penjapaan mantra, maka sering juga dikenal dengan istilah ajaran mantra rahasia. Ajaran Vajrayana sering juga disebut dengan Praktik Rahasia, atau Kendaraan Rahasia. Hal ini menggambarkan bahwa ketika seorang praktisi semakin merahasiakan latihannya, maka ia akan semakin mendapatkan kemajuan pencapaian dan berkah dari latihan yang ia lakukan. Semakin ia menceritakan tentang latihannya, maka semakin sedikit berkah yang akan ia peroleh.

Seorang guru yang berkualitaslah yang dapat membimbing dan membantu kita dalam mencapai pencerahan. Kualitas seorang guru dapat kita lihat dari riwayat silsilah dia serta adanya pengakuan dari pimpinan keempat aliran (Nyingmapa, Sakyapa, Kagyudpa, Gelugpa). Hal ini yang menjadi salah satu unsur pokok dalam Vajrayana. Pada saat lahirnya seorang Tulku (guru berkualitas), biasanya ditandai dengan adanya tanda alam yang ikut bergembira, misalnya: adanya pelangi, udara dipenuhi dengan wangi dupa dan bunga, terdengar alunan musik di angkasa, dll. Pada saat dikremasi, sering lidah dan jantung seorang Tulku tidak terbakar, adanya tulisan mantra di batok kepala, juga sering ditemukan relik-relik yang indah. Tidak jarang juga seorang Tulku mencapai tubuh pelangi saat mereka meninggal (tubuh hilang tanpa bekas, hanya meninggalkan kuku dan rambut sebagai bukti).

Vajrayana memang sangat mistis dan penuh dengan kegaiban. Guru Vajra yang telah mencapai tingkat meditasi terdalam bahkan disebutkan mampu menghidupkan orang yang telah meninggal dunia. Juga ada kisah saat Guru Padmasambhava melepaskan jiwanya sendiri (mematikan diri dengan atas kesadaran dan kemauannya lagi) dan kemudian “menghidupkan dirinya lagi” dan mengisahkan kepada para muridnya tentang bagaimana dan apa yang terjadi saat seseorang meninggal. Uraian dari pengalaman tersebut dituliskan dalam sebuah naskah yang berjudul Bardo Thodol atau yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai “ Tibetan Book of The Dead “.

“ Tibetan Book of The Dead “ (Bardo Thodol) adalah sebuah manuskrip kuno Tibet yang dikubur di perbukitan Gampo, Tibet Tengah, disembunyikan dan dirahasiakan selama 600 tahun dan disegel dengan “7 segel bungkam” (Seven Seals of Silence) untuk menjaga kerahasiaannya. Pada tahun 1972 kitab ini diterjemahkan dan diterbitkan oleh Oxford University Press (Dr. Walter Y. Evans-Wentz).

Pada abad ke-7 secara berkesinambungan Tantrayana menyebar ke Tibet, Cina, Korea, Jepang, hingga Indonesia (Jawa dan Sumatra). Bahkan pada abad ke-7, Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat studi Mahayana di Asia Tenggara. Selain di Sriwijaya, aliran ini berkembang pula di Jawa. di Jawa Tengah pada abad ke-8 dalam Prasasti Kalasan tahun 778 disebutkan bahwa Rakai Panangkaran mendirikan bangunan suci, Candi Kalasan, untuk memuja Dewi Tara, salah satu Bodhisattva dalam Vajrayana. Di Jawa Timur abad ke-10 pun keberadaan penganut Tantra telah diakui oleh Mpu Sindhok Raja Medang, pendiri Wangsa Isana. Di Kerajaan Sunda-Pajajaran pun diketahui ada sejumlah rajanya penganut Tantra, di antaranya: Sri Jayabhupati dan Raja Nilakendra (ayah Prabu Suryakancana raja terakhir Pajajaran).

Bukti lain tentang ajaran Tantrayana di Nusantara adalah Arca Bhairawa yang ditemukan di kawasan persawahan di tepi sungai di Padang Roco, Kabupaten Sawahlunto, Sumatera Barat. Arca Bhairawa dengan tinggi hampir 3 meter ini merupakan jenis arca Tantrayana. Juga ada prasasti pada Candi Jago di Malang (bertarikh 1265 Saka atau 1343 M), yang menyebutkan bahwa Adityawarman menempatkan arca Maňjuçrī (salah satu sosok bodhisattva dalam Vajrayana) di tempat pendarmaan Jina (Buddha).

Juga ada Arca Krtanegara sebagai Bhairawa,  (yang kini tersimpan di museum Leiden Belanda.Ditemukan oleh Engelhard tahun 1827, di sebelah selatan candi Singosari. ) Juga ada Bhairawa Bima di Bali yang arcanya kini ada di Kebo Edan – Bedulu Gianyar. Juga ada Candi Bahal, Biaro Bahal, atau Candi Portibi yaitu kompleks candi Buddha aliran Vajrayana yang terletak di Desa Bahal, Kecamatan Padang Bolak, Portibi, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Juga ada komplek Candi Sukuh di kaki Gunung Lawu, Dukuh Berjo, Desa Sukuh, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.

#Copas dari :M.Zazuli

Komentar

Postingan Populer