Linuh

Pada tanggal14 Juli 1976, sebuah gempa bumi besar dengan skala 6.5 skala Richter mengguncang Seririt, Buleleng, Bali, dengan episentrum di daratan. Gempa bumi Seririt menelan korban tewas sebanyak 559 orang, luka berat 850 orang dan luka ringan 3.200 orang. Dilaporkan juga, hampir 75% dari seluruh bangunan rumah di Tabanan dan Jembrana mengalami kerusakan.

Hari Kamis,14 Nopember 2019 sore hari Bali Utara kembali di guncang gempa. Gempa terasa sebanyak tiga kali. Besarnya tercatat 5,1 Skala Richter.

Seolah kenangan buruk sedang menjelma.Kepanikan sangat terasa. Banyak yang mengungsi. Menuju dataran yang lebih tinggi lantaran berita yang tak jelas tersebar luas akan datang tsunami. Air laut surut,lalu nanti akan meluap,demikian katanya. Info resmi dari pemerintah sudah ada bahwa gempa tidak berpotensi tsunami. Warga diharap kembali ke rumah masing-masing. Pihak terkait terus bekerja keras. Menemangkan warga dan sebagainya.

Gempa dalam bahas Bali disebut Linuh. Saat linuh terjadi sering menyebut idup idup (hidup,hidup).

Sampai saat ini belum ada alat yang bisa meramalkan adanya gempa (gempa tektonik). Ia datang tak terduga. Ini mirip dengan segala peristiwa yang kita hadapi,tak terduga. Yang kita alami tak bisa diprediksi. Walau sering reaksi kita tetap sama. Saat disakiti kita sedih,jarang bereaksi memaafkan. Karena yang menyakiti kita tentu memiliki luka,derita sehingga timbul empati. Saat kita dijauhi merasa sepi. Jarang bereaksi bersyukur bisa sendiri. Bisa lebih mengenal diri sendiri. Atau kesempatan instropeksi.

Gempa membuat kita saling mengabarkan antar keluarga. Merekatkan yang renggang. Berkumpul menikmati tiap momen. Selalu ada keluarga yang siap membantu. Minimal memberi rasa tenang.

Kita mungkin semakin menyadari bahwa ada sesuatu yang sangat berharga. Mungkin kita sering mengabaikan. Sering menyepelekan. Ada yang bertansformasi di dalam.

..
#Malming
#TumpekWayang

Komentar

Postingan Populer