Renungan tentang Kematian

Angin berembus,deras. Bebas.Lepas.Daun-daun berguguran dengan mudah. Sudah waktunya lepas dari tangkai. Ia tumbuh.Terus bertumbuh hingga tiba waktunya lepas. 

Kita juga seperti itu. Dari tiada,lalu ada kemudian tiada lagi. Lahir hidup,tumbuh lalu meninggal. Apa artinya semua ini?

Disadarkan bagaimana mengisi hari-hari yang aku jalani ini, agar bisa berakhir dengan penuh makna, mencapai tujuan yang diagendakan sejak sebelum aku diturunkan ke dunia, dan belajar menghargai waktu yang tersisa dengan hidup yang lebih berkualitas.

Cara orang meninggal dunia itu berbeda-beda.Kemiripannya hanya pada tanda-tanda yang menyertai sebelum maut menjemput.Wajah yang mendadak berubah, seperti bukan yang kita kenali selama ini.
Pucat, bahkan putih seperti tembok.Terutama sorot mata mereka, yang sebentar kosong, sebentar gelisah, sebentar marah.Perilaku juga berubah.Ada yang keinginannya harus dituruti betapapun anehnya.Atau membuat orang lain kesal, dan yang bersangkutan sendiri marah atau uring-uringan.
Mereka juga jadi labil secara emosi.Sedih, sering menangis tanpa tertahan lagi, takut ditinggal sendirian.Semakin mendekati waktunya, semakin gelisah menanyakan hari,tanggal atau jam.
 
 
Yang membedakan adalah seberapa pasrah atau seberapa besar keyakinan mereka terhadap pemeliharaan semesta, semasa hidupnya.Kebanyakan mereka yang simpel dan lurus-lurus saja hidupnya, tak banyak khawatir memikirkan ini itu hingga detil, lebih cepat "berangkat"nya.Tapi jika masih ada banyak ganjalan di hati dan pikirannya, seringkali mengalami kesusahan pada saat jiwanya akan lepas dari tubuhnya.
 
Hal ini membuat aku berpikir, bahwa untuk mati dengan mudah tanpa melalui banyak siksaan, adalah dengan melatihnya semasa kita masih hidup di dunia.Bagaimana melatihnya?

Yang pertama perlu dilatih adalah soal keyakinan kita.
 
Yakin dan menyadari dengan sesadar-sadarnya bahwa segala sesuatu itu baik adanya, berujung kebaikan, dan selalu ada kebaikan walau nampaknya susah sekalipun. Ini adalah fondasi yang sangat penting ketika nyawa kita tengah berada di ujung tanduk nanti.Kebaikan yang selalu kita yakini dan pikirkan akan membuat kita menyambut kematian dengan tersenyum dan sukacita. Putusnya nyawa dan keluarnya jiwa dari tubuh fisik kita akan lancar sama seperti ketika buang hajat besar, semakin kita rileks, akan semakin mudah, tapi semakin kita tegang, semakin susah lepas. All is well.
 
Latihan kedua adalah berlatih melepas.Letting go
 
Melepas apa saja yang selama ini kita anggap sebagai hak kita. Sadarilah bahwa kita tidak memiliki apa-apa dan tidak berhak atas apapun, termasuk memikirkan nasib orang-orang yang kita kasihi yang akan kita tinggalkan.Itu bukan urusan dan tanggung jawab kita.Mereka adalah milik semesta dan masing-masing memiliki urusannya sendiri-sendiri dengan semesta.Lepaskan juga segala urusan harta, kekayaan dan apapun yang masih mengikat dan menguasai kita, sejak sekarang ini, selagi kita masih hidup.
 
Artinya, ini adalah latihan mental agar kita tidak terus menerus khawatir dan memikirkan sesuatu yang nantinya akan kita tinggalkan.Melepaskan juga berarti melepaskan dendam, kemarahan, kepahitan, luka batin yang masih ada.Bersihkan mulai dari sekarang ini, hingga tak ada sisa sama sekali.
Lepaskan juga pengampunan dan berkat kepada mereka yang pernah menyakiti hati, mengkhianati, mengakali kita, seikhlas-ikhlasnya.
 
Latihan juga tidak berhenti di aspek spiritual dan mental saja, namun juga di aspek fisik.
Memang tubuh fisik kita nantinya akan kita tinggalkan.Tapi lebih enak mana meninggal dengan sehat atau dengan sakit? Berlatihlah menghormati dan menghargai tubuh kita mulai dari sekarang.
Mulai belajar mendengarkan suaranya, apa yang sebenarnya ia butuhkan, bukan apa yang kita (ego/nafsu) butuhkan.
 
Berikanlah apa yang tubuh inginkan sejak sekarang, agar ia tak membangkang atau menusuk di belakang pada saat kita tak berdaya lagi.Tapi ini bukan berarti manipulasi ya.Lakukanlah dengan ikhlas, karena mengasihi tubuh sendiri sama dengan melayani orang yang sedang sekarat.
Perlu hati-hati, cermat, penuh hormat.Daripada nantinya tubuh kita habis dimakan obat, lebih baik memeliharanya dengan baik semasa kita masih bisa.Berikan makanan yang sehat, olahraga yang cukup, sinar matahari pagi, dan air bersih yang sesuai kebutuhan.Banyak lagi yang bisa kita latihkan untuk menyambut kematian dengan gembira dan bukan dengan air mata.Hidup kita rapuh,kita tak pernah tahu kapan waktu kita akan datang.Jadi manfaatkan momen sebaik mungkin.

Sudah waktunya kita mengubah persepsi tentang kematian bukan lagi sebagai peristiwa dukacita tapi kemenangan yang perlu dirayakan.Bukankah semua hal perlu dirayakan?

 
 

Komentar

Postingan Populer