Di antara mungkin dan mustahil

Aku hidup di dua keadaan:

mencintaimu, dan belajar menerima bahwa aku tak bisa memilikimu.

Setiap kali kututup mata, wajahmu hadir sebagai getaran halus di antara pikir dan rasa—seperti elektron yang tak pernah benar-benar diam, tapi juga tak bisa dipastikan di mana keberadaannya.
Aku tersesat di orbitmu,
terperangkap di ruang antara jarak dan harapan.

Ada saat aku merasa begitu dekat,
seolah hanya sejengkal dari genggaman.
Namun pada saat yang sama,
aku sadar betapa jauh jarak antara “ingin” dan “mungkin”.

Kamu seperti cahaya yang menembusku tanpa pernah bisa kusentuh.
Aku mencoba memahami makna keberadaanmu dalam hidupku—
apakah kau pelajaran tentang pasrah,
atau sekadar bayangan yang Tuhan kirim untuk menguji arti ketulusan?

Aku hidup di dua keadaan,
selalu di antara ingin melangkah dan harus berhenti,
di antara menunggu dan melupakan,
di antara kemungkinan dan kemustahilan.

Dan di titik itu aku menyadari,
bahwa mencintaimu bukanlah tentang memiliki,
melainkan tentang menerima bahwa beberapa perasaan
ditakdirkan hanya untuk dirasakan—
bukan untuk disatukan.




Komentar

Postingan Populer