Tetap Menulis

Kalau kamu penulis, tetaplah menulis.

Jangan tunggu dunia bersorak, sebab seringkali tepuk tangan yang paling jujur datang dari ruang-ruang sunyi yang tak pernah kamu datangi. Tulisanmu bukan sekadar kata—ia bisa jadi pelita bagi seseorang yang tak kau kenal, yang duduk sendirian di halte tua dengan hujan yang belum reda-reda. Ia membaca kalimatmu yang kau tulis dalam letih dan kopi dingin, lalu merasa sedikit lebih kuat dari patahnya.

Teman-temanmu mungkin hanya menekan like tanpa membaca, atau membaca tanpa benar-benar mengerti. Tapi di ujung kota, ada seseorang yang tak sengaja menemukan bukumu di rak obral perpustakaan tua. Ia sedang patah, sedang kalah, sedang tidak tahu kepada siapa harus bercerita. Lalu ia membaca satu kalimatmu dan berhenti menangis. Bukan karena semua menjadi baik, tapi karena ia tak merasa sendirian lagi.

Kamu menulis untuk mereka.

Bukan untuk kemegahan panggung, bukan untuk sorak komentar yang cepat hilang. Tapi untuk jiwa-jiwa yang berkabut, yang tersesat dan menemukan jalan pulang dari satu kalimat yang kamu tulis saat hampir menyerah.

Jadi kalau kamu penulis, tetaplah menulis. Kadang yang kamu selamatkan bukan dunia, bukan dirimu sendiri—melainkan seseorang yang tak kau kenal, yang sedang duduk diam di perpustakaan sunyi, dan mengira hidupnya telah usai… sampai membaca kalimatmu, dan bertahan satu hari lagi.


Komentar

Postingan Populer