Layang-layang

Kemarin ingin menulis hal yang dirasakan namun,tak terjadi. Mungkin lebih banyak dirasakan,diamati dan dinikmati saja.

Tadi sudah menulis judul dan sebagian tulisan di media sosial,tetapi tak dilanjutkan dan tak di bagikan di sana. Lebih baik di sini saja. Ada dorongan menulis tentang layang-layang. Mengingat masa yang lalu. Mengingat di tanah lapang.

Layang-layang terbang karena angin. Semakin kencang angin, semakin tinggi layang-layang. Paling asyik bermain di tanah lapang. Setelah panen padi. Apalagi hari libur dan musim kemarau.

Layang-layang bisanya di adu. Yang putus benangnya yang kalah.Permainan ini tak hanya di gemari anak,orang dewas juga senang.

Layang-layang yang putus bagai harta karun,mereka di kejar sampai dimanapun. Melewati pagar tinggi tak terasa. Lari sekencangnya,sambil menengok ke atas. Kalau tersangkut di pohon mereka menggunakan galah. Yang bahaya saat layang-layang melewati jalanan. Selain benangnya yang bisa mengganggu pengendara,juga yang mengejarnya tak melihat yang ada di depan. Pandangan menuju atas terus.

Sekarang benang layang-layang sudah ada yang "tajam". Kalau dulu yang ada benang "polos". Sehingga kadang diberi bahan agar tajam. Pecahan beling yang di haluskan bersama nasi atau kanji. Kemudian di oleskan pada benang. Benang ini tak hanya tajam pada sesama benang juga tajam pada tangan. Inilah yang membuat jari-jemari kadang menimbuhkan perih akibat bergesekan dengan benang. Bahkan luka menganga.

Agar menang dalam adu layang-layang selain butuh keberuntuangan juga perlu keahlian. Kapan menarik benang layangan. Kapan waktunya mengulurkannya.

Panasnya terik matahari di siasati memakai topi dan atau kaca mata hitam. Juga menaikkan layang-layang di bawah pohon yang rindang. Atau kadang bermain di bawah bangunan kecil di sawah.

Komentar

Postingan Populer