Jangan Memperbesar Perkara Kecil

Seringkali, hidup terasa lebih rumit dari seharusnya karena kita sendiri yang membuatnya demikian. Ada masalah kecil, kita perbesar. Ada hal yang sebetulnya bisa diatasi dengan mudah, malah kita persoalkan sampai berlarut-larut. Ini bukan hanya menguras energi, tapi juga mempengaruhi kualitas hidup kita secara keseluruhan.

Coba renungkan kata-kata Marcus Aurelius berikut ini: *“Kamu dapat ketimun pahit? Ya buang saja. Ada semak berduri di jalan setapak yang kamu lalui? Ya berputar saja. Itu saja yang kamu perlu tahu. Jangan menuntut penjelasan, ‘Kenapa ada hal tidak menyenangkan ini?’ Mereka yang mengerti sesungguhnya hidup seperti apa akan menertawakanmu.”* Apa yang ingin disampaikan oleh sang filsuf Stoic ini? Intinya sederhana: jangan memperbesar perkara kecil. Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan pada hal-hal yang tidak sepadan dengan perhatian kita.

Banyak dari kita menghabiskan waktu dan energi berlebihan untuk memikirkan hal-hal yang, sejujurnya, tidak penting. Misalnya, ketika kita terjebak dalam kemacetan. Apa reaksi pertama kita? Marah, kesal, dan mengeluh. Padahal, kemacetan adalah sesuatu yang diluar kendali kita. Alih-alih memperbesar masalah dengan emosi negatif, kenapa kita tidak memanfaatkannya? Kita bisa memutar podcast yang bermanfaat, membaca e-book, atau mengecek pekerjaan lewat ponsel. Dalam situasi seperti ini, fleksibilitas dan kemampuan untuk menerima kenyataan adalah kunci agar tidak stres.

Sama halnya ketika ada orang yang mengkritik fisik kita. Misalnya, dibilang gemukan oleh orang lain. Apa yang biasanya terjadi? Kita langsung baper, merasa tersinggung, dan mungkin menghabiskan waktu berhari-hari memikirkan kata-kata tersebut. Namun, mari kita ingat, setiap orang punya standar kecantikan dan kesehatan yang berbeda. Tidak perlu ambil pusing dengan pendapat orang lain yang tidak penting. Apa yang dikatakan orang lain hanyalah sudut pandang mereka, bukan realitas mutlak. Fokus saja pada apa yang membuat kamu sehat dan bahagia, tanpa harus merasa tertekan oleh penilaian orang lain.

Bahkan dalam hubungan kerja atau pertemanan, kita sering kali terperangkap dalam perkara kecil yang seharusnya bisa diabaikan. Digosipkan oleh teman kantor? Jangan ambil pusing. Jika kita mencoba untuk mengklarifikasi setiap rumor yang beredar, kita akan kehabisan waktu untuk hal-hal yang lebih produktif. Kata Gus Dur dengan bijaknya, *“Gitu aja kok repot?”* Ini adalah pengingat bahwa sering kali, masalah yang kita hadapi hanyalah sebesar yang kita izinkan untuk menguasai pikiran kita. Mengabaikan hal-hal sepele bukanlah tanda kelemahan, melainkan tanda kedewasaan.

Filsafat Stoikisme, seperti yang dianut oleh Marcus Aurelius, mengajarkan kita untuk fokus pada hal-hal yang berada di bawah kendali kita dan menerima dengan lapang dada hal-hal yang tidak bisa kita ubah. Dalam kehidupan modern, banyak dari kita yang justru terjebak pada hal-hal yang tidak penting dan di luar kendali kita, misalnya bagaimana orang lain berpikir tentang kita atau hal-hal kecil yang mengganggu hari kita.

Terlalu sering kita merasa perlu mendapatkan penjelasan untuk setiap ketidaknyamanan yang kita hadapi. Kenapa macet? Kenapa orang ini jahat sama aku? Kenapa hidupku nggak sempurna? Namun, seperti yang dikatakan Marcus Aurelius, mereka yang benar-benar memahami hidup akan menertawakan sikap seperti itu. Karena hidup memang tidak sempurna dan kadang justru ketidaksempurnaan itulah yang membuat hidup menarik. Masalah-masalah kecil tidak seharusnya menyita perhatian kita terlalu lama. Jika ada masalah yang bisa kita atasi dengan tindakan sederhana, seperti memutar jalan atau mengabaikan komentar negatif, lakukanlah tanpa perlu berlarut-larut dalam drama internal.

Menjadi fleksibel adalah kunci untuk menghadapi masalah-masalah kecil tanpa memperbesarnya. Seperti ketika kita menghadapi kemacetan atau situasi yang tidak nyaman lainnya, fleksibilitas bisa membuat perbedaan besar dalam cara kita merespons. Daripada mengutuk keadaan, kita bisa mencari cara untuk memanfaatkannya. Fleksibilitas juga berarti kita mampu melihat segala sesuatu dari perspektif yang lebih luas. Bahwa hal-hal kecil yang mengganggu hari ini, sebenarnya tidak punya pengaruh besar pada hidup kita dalam jangka panjang.

Ketika menghadapi kritik atau gosip, fleksibilitas juga menjadi alat untuk menjaga kesehatan mental kita. Jangan membiarkan pikiran kita dikendalikan oleh apa yang orang lain katakan atau pikirkan tentang kita. Seperti kata pepatah, *“Kita tidak bisa mengendalikan apa yang orang lain pikirkan tentang kita, tapi kita bisa mengendalikan bagaimana kita bereaksi terhadapnya.”* Orang yang dewasa secara emosional tahu kapan harus merespons dan kapan harus diam, tahu kapan harus bertindak dan kapan harus membiarkan sesuatu berlalu begitu saja.

Pada akhirnya, hidup ini adalah soal bagaimana kita menggunakan energi kita. Apakah kita ingin menghabiskan energi kita pada perkara-perkara kecil yang tidak berarti, atau kita lebih memilih untuk mengalokasikan energi itu pada hal-hal yang benar-benar penting dan memberi makna bagi hidup kita? Misalnya, daripada sibuk memikirkan kritikan tentang berat badan, kita bisa mengarahkan fokus kita pada menjaga kesehatan secara keseluruhan, baik fisik maupun mental. Daripada stres karena kemacetan, kita bisa memanfaatkan waktu tersebut untuk hal-hal produktif yang mendukung pertumbuhan pribadi kita.

Hidup akan jauh lebih ringan jika kita tidak memperbesar masalah-masalah kecil. Jika kita mau menerima kenyataan bahwa hal-hal tidak selalu berjalan sesuai keinginan kita, dan bahwa kita bisa memilih bagaimana bereaksi terhadapnya, kita akan menemukan lebih banyak kebebasan dan kedamaian dalam hidup kita. Jadi, lain kali kamu menemukan ketimun pahit atau semak berduri di jalanmu, ingatlah: buang atau putar balik saja. Jangan terlalu dipikirkan.



"Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan pada hal-hal yang sepele."

Komentar

Postingan Populer