Sadarilah...

Ada satu ilusi yang sering kali kita percaya tanpa sadar: bahwa keberadaan kita adalah poros dunia, bahwa tanpa kita, keseimbangan akan terganggu, roda akan macet, dan kehidupan takkan berjalan seperti biasa. Rasanya menyenangkan membayangkan bahwa kita begitu penting, bahwa kata-kata kita memiliki bobot, bahwa keputusan kita menentukan arah. Ego kita mengajak kita berdansa, mengisi kepala dengan imajinasi betapa dunia ini membutuhkan kita.

Namun, waktu adalah guru yang tak peduli pada muridnya. Ia terus berjalan, menyapu segala jejak dengan ketidakpeduliannya yang lembut tapi pasti. Suatu hari nanti, nama kita akan terdengar asing di telinga generasi berikutnya. Pendapat kita yang dulu kita anggap mutlak, hanya akan menjadi catatan kecil dalam sejarah yang tak lagi dibaca. Bahkan orang-orang yang kita anggap paling berpengaruh pun, pada akhirnya, akan pudar dalam kabut masa depan.

Menyadari ini bisa terasa pahit, tetapi juga bisa menjadi pembebasan. Karena jika dunia tak begitu peduli pada kita, maka mengapa kita harus terlalu keras pada diri sendiri? Kesalahan yang kita buat, keputusan yang kita sesali, rasa malu yang menghantui—semuanya akan hilang seiring berjalannya waktu, seperti angin yang menghapus jejak di pasir.

Mungkin, pada akhirnya, tidak ada kewajiban bagi kita untuk menjadi luar biasa. Tidak ada keharusan untuk meninggalkan jejak yang tak terlupakan. Yang ada hanyalah hidup itu sendiri, terus mengalir, sementara kita belajar untuk menikmatinya tanpa harus membuktikan apa-apa.



Komentar

Postingan Populer