Berpikir :Akar penderitaan
Manusia adalah makhluk yang berpikir, dan justru karena itulah ia juga menjadi makhluk yang menderita. Bukan karena dunia ini penuh derita, tetapi karena pikirannya sendiri yang menciptakan makna atas apa yang terjadi.
Seseorang marah bukan karena dihina, tetapi karena ia percaya bahwa penghinaan itu berarti sesuatu. Seseorang kecewa bukan karena gagal, tetapi karena pikirannya membayangkan bahwa keberhasilan seharusnya terjadi. Seseorang cemas bukan karena masa depan itu menakutkan, tetapi karena pikirannya telah lebih dulu menciptakan skenario buruk yang belum tentu ada.
Penderitaan, dengan kata lain, bukan berasal dari kenyataan, melainkan dari tafsir manusia atas kenyataan.
Lalu, bagaimana jika kita berhenti berpikir? Apakah itu berarti kita berhenti hidup? Tidak. Justru di saat itulah kita benar-benar hidup. Sebab hidup bukanlah sekadar mengulang ingatan lama atau merancang kemungkinan yang belum terjadi. Hidup adalah hadir di saat ini, tanpa terbebani oleh apa yang seharusnya atau apa yang bisa terjadi.
Maka, barangkali kunci dari kebebasan bukanlah mencari kebahagiaan di luar sana, melainkan belajar mengamati pikiran tanpa harus selalu mempercayainya. Sebab tak semua yang kita pikirkan itu nyata. Dan sering kali, yang paling menyakitkan justru adalah hal-hal yang tidak pernah benar-benar ada.
Komentar
Posting Komentar