Membaca Kehidupan

Ia tidak sekadar perkara memahami kata-kata yang terucap, melainkan menangkap makna yang terselip di antara jeda. Sebab hidup tidak selalu berbicara dengan lantang. Kadang ia hadir dalam bentuk kebetulan yang terasa terlalu rapi untuk disebut kebetulan, dalam perasaan yang tak kunjung menemukan logikanya, dalam tatapan seseorang yang menyimpan rahasia yang hanya bisa dibaca oleh mereka yang hatinya cukup tenang untuk mengamati.

Kehidupan, seperti laut, selalu menyimpan lapisan-lapisan makna. Ada ombak yang datang membawa jawaban, ada yang justru menyeret pertanyaan-pertanyaan baru. Ada saatnya kita merasa terapung, kehilangan arah, dan bertanya-tanya apakah perjalanan ini benar-benar menuju ke suatu tempat, atau hanya berputar-putar dalam lingkaran yang sama. Namun, justru dalam ketidaktahuan itulah kita belajar. Sebab kebijaksanaan tidak lahir dari mereka yang merasa sudah mengerti segalanya, melainkan dari mereka yang cukup rendah hati untuk terus mencari.

Kita sering kali ingin memaknai sesuatu dengan segera, seolah segala hal harus memiliki penjelasan yang jelas dan tuntas. Namun, hidup tidak bekerja dengan cara seperti itu. Ada yang hanya bisa dipahami setelah waktu yang panjang, setelah luka-luka yang mengajarkan ketabahan, setelah kehilangan yang menyisakan ruang kosong untuk sesuatu yang lebih dalam.

Maka, membaca kehidupan bukan tentang menemukan kepastian, tetapi tentang bersedia berjalan dalam ketidakpastian dengan hati yang terbuka. Ia bukan soal mengumpulkan jawaban, tetapi merangkul misteri dengan ketenangan. Sebab, justru di sanalah kehidupan bersembunyi—di antara pertanyaan yang belum terjawab, di antara keheningan yang perlahan-lahan mengajarkan kita cara mendengar.




Komentar

Postingan Populer