Mengapa ini terjadi padaku?
Mengapa ini terjadi padaku?
Kadang kalimat itu keluar bukan untuk dijawab. Bukan untuk mencari penjelasan panjang lebar yang ujungnya hanya menyisakan kekosongan. Ia lebih seperti sebuah pernyataan yang lirih, tanda bahwa hati sedang menunduk, memanggul beban yang tak ingin ia pikul.
Kita tak selalu butuh jawaban. Kita lebih sering butuh jeda—berhenti sejenak, meletakkan pertanyaan itu di tanah, lalu duduk di sampingnya. Merasakan apa yang benar-benar sedang kita rasakan. Mengakui apa yang selama ini ingin kita tolak.
Sebab, emosi yang diusir akan kembali mengetuk. Tapi emosi yang diizinkan masuk, akan duduk, bercerita, lalu perlahan berpamitan. Dan di sanalah pemulihan bermula—bukan dari jawaban, melainkan dari keberanian untuk mendengarkan.

Komentar
Posting Komentar